Surabaya – Besaran suatu berita sering tergantung pada kebetulan
belaka. Wakil Presiden Jusuf Kalla kebetulan bikin pernyataan soal
“janda-janda di Puncak” kawin dengan lelaki Arab Saudi. Sebulan kemudian
petugas kepolisian dan imigrasi Bogor kebetulan bikin razia terhadap
pasangan “kawin kontrak” di Puncak. Maka kebetulan itu jadi berita
besar.
Jusuf Kalla menyampaikan pendapatnya akhir Juni lalu dalam “Simposium
Strategi Pemasaran Pariwisata di Kawasan Timur Tengah” di hadapan para
pengusaha turisme. Kalla berpidato, “Kalau ada masalah janda di Puncak
itu urusan lain. Jadi orang-orang Arab yang mencari janda-janda di
kawasan Puncak bisa memperbaiki keturunan.”
“Nanti mendapat rumah kecil, rumah BTN, ini artinya kan sah-sah saja.
Walau kemudian para turis tersebut meninggalkan mereka, ya tidak
apa-apa. Karena anak-anak mereka akan punya gen yang bagus bisa menjadi
aktor-aktris TV yang cakep-cakep,” tambah Kalla.
Kebetulan wartawan The Jakarta Post Rendi Witular, yang biasa meliput
kegiatan Presiden dan Wakil Presiden, memutuskan mengambil kutipan
seminar tersebut. Witular menterjemahkan kalimat Kalla menjadi, “If
there are a lot of Middle East tourists traveling to Puncak to seek
janda, I think that it’s OK. The children resulting from these
relationships will have good genes. There will be more television actors
and actresses from these pretty boys and girls.”
Jusuf Kalla pun muncul di halaman depan The Jakarta Post. Pembaca
harian ini meliputi diplomat dan kalangan internasional. Aktivis
perempuan angkat suara. Sekitar 70 organisasi perempuan, termasuk
Fatayat Nahdatul Ulama, Institut Ungu, Kalyanamitra dan Srikandi
Demokrasi Indonesia, bikin pertemuan media di Jakarta. Kaukus Perempuan
–kumpulan semua legislator perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat—berniat
memanggil Kalla. Ucapannya dikutip media internasional, dari bahasa
Inggris hingga Mandarin, dari Jerman hingga Arab. Maka kantor Wakil
Presiden segera bikin pertemuan pers guna meredakan kemarahan orang.
Kalla mengakui ia hanya “kelakar.” Ia sama sekali tak punya keinginan
merendahkan perempuan.
Maka kelakar itu mereda. Tapi sebulan kemudian, polisi dan petugas
imigrasi Bogor menangkap 17 pasangan kawin kontrak di daerah Cisarua,
Puncak. Sebagian besar pelaku pria berasal dari Arab Saudi. Sedangkan
perempuan lokal yang menjadi pasangannya punya latar belakang beragam
termasuk dua mahasiswi di Jakarta. Mereka berumur sangat muda untuk
pernikahan biasa, antara 18 hingga 20 tahun.
Operasi terhadap praktik kawin kontrak itu dilakukan sejak Senin
(31/7) dini hari hingga Selasa sore (1/8). Sasaran utama sejumlah vila
dan hotel di wilayah tersebut. Sasaran pertama adalah Villa Cokro di
Ciburial. Petugas bermaksud melakukan operasi terhadap warga asing yang
ada di sana. Tetapi petugas harus gigit jari karena mereka sudah pergi.
Polisi mengatakan kemungkinan kedatangan petugas sudah dibocorkan para
tukang ojek sekitar Villa Cokro.
Warta Kota melaporkan petugas lalu bergerak ke Vila Aldita di Warung
Kaleng, Desa Tugu. Disana ada empat pasangan kawin kontrak:
Diana(20)-Mohammad Almuhana; Riyani (20)-Sulaeman Saud A Altraigi, Nina
Lestari (18)-Ali Dhafer M Aldosari, Yuli Astuti (19)-Abdullah Shuraie
Alhrarshah.
Almuhana warga negara Arab Saudi. Dia kawin dengan Diana pada 31
Agustus 2005, dengan mas kawin Rp 3 juta. Wali nikahnya Salim. Mereka
dikawinkan dengan perantara “Ratna” yang mendapatkan uang jasa sebesar
Rp 1,5 juta. Sedangkan Diana mendapatkan uang Rp 1,5 juta.
Riyani menjadi istri kontrak Sulaeman Saud A Altraigi setelah
dikawini pada 15 Agustus 2003 di sebuah hotel di kawasan Senen, Jakarta.
Ibunda Riyani, yakni Rosillah, bertindak sebagai saksi. Sedangkan
pamannya, Husen, bertindak sebagai wali. Mas kawinnya berupa uang tunai
sebesar Rp 10 juta.
Ali Dhafer kawin dengan Nina Lestari pada 30 Juli 2006 di Vila
Aldita. Dalam kesepakatan mereka, setiap hari Ali harus memberi uang
kepada Nina sebesar Rp 500.000. Tetapi Nina mengatakan Ali belum pernah
membayar. Yuli Lestari dikawin kontrak oleh Abdullah Shuraie pada 30
Juli 2006. Abdullah berjanji membayar Rp 500.000 setiap hari. Namun Yuli
juga belum menerima pembayaran itu.
Petugas melanjutkan operasi ke Villa GBI dimana mereka memeriksa dua
pasangan kawin kontrak: Marini (19)-Saad Mousa A Alshamrani dan Erni
Kurniawati (18)-Abdul Rahman Awad A Alshamrani.
Kepala Imigrasi Bogor Yeyet Oking mengatakan ada enam warga Arab
Saudi bakal dideportasi. Mereka juga diduga melanggar UU No 9/1992
tentang Keimigrasian karena menyalahgunakan visa turis untuk menikahi
perempuan Indonesia. Ini diduga mengganggu ketertiban umum dan jika
terbukti akan dikenai hukuman enam tahun penjara.
Kepala Polisi Bogor Kombes Sukrawadi Dahlan mengatakan jaringan
bisnis kawin kontrak ini sebenarnya sangat kuat mengakar di masyarakat
dan melibatkan beberapa oknum. “Karena itu sudah menjadi ladang mencari
nafkah kebutuhan sebagian warga. Akibatnya kami sempat dihalang-halangi
pada saat melakukan operasi ini.”
Sebuah tafsir dalam Islam di Saudi Arabia berpendapat kawin misyar
sah bila mempelai perempuan disaksikan walinya, ada penghulu, ada saksi
dan mempelai lelaki membayar mas kawin. Namun kriteria ini dianggap
hanya legalitas belaka karena esensi perkawinan –kedua mempelai maupun
anak-anak mereka dilindungi hukum negara dan masyarakat—tidak dipenuhi.
Para aktivis perempuan mengatakan kawin kontrak adalah penyakit
kronis di Pulau Jawa dan beberapa pulau lain. “Pemerintah harus dapat
melihat masalah kawin kontrak sebagai masalah nasional, bukan hanya isu
perempuan,” cetus Ratna Bataramurti dari Lembaga Bantuan Hukum Apik.
Masalah ini juga rumit dengan adanya sindikasi kejahatan. Kawin
kontrak sering digunakan sebagai batu loncatan untuk perdagangan bayi.
“Dalam beberapa kasus di Batam para perempuan hanya dikawin kontrak,
setelah melahirkan anak mereka pun dijual ke luar negeri,” kisah Mariana
Amiruddin dari Jurnal Perempuan.
Mariana mengatakan kawin kontrak muncul karena adanya sindrom
Cinderella Complex. Para perempuan dari keluarga kurang mampu, biasanya
bermimpi suatu saat akan ada pangeran yang datang menyelamatkan mereka
dari kesulitan hidup.
Berasal dari keluarga miskin dengan pengetahuan hukum kurang, mereka
senang bertemu lelaki asing. Tak disangka, sang pangeran justru menyekap
mereka layaknya hewan dengan tujuan utama menghasilkan anak
sebanyak-banyaknya. Anak-anak ini kemudian dijual ke luar negeri dengan
harga tinggi. Jurnal Perempuan mendokumentasikan kasus ini dalam film
“Don’t Buy, Don’t Sell.”
“Di negara maju, pasangan yang hidup bersama saja biasanya melakukan
perjanjian secara tertulis,” papar Ratna. Jika ada anak lahir, status
pertanggungannya sudah jelas. Jusuf Kalla terlalu memandang remeh
kemungkinan lahirnya anak-anak ini dengan berpendapat mereka bisa jadi
“bintang film” dan memperbaiki penampilan fisik “bangsa Indonesia.”
Semua yang kebetulan bukanlah kebenaran. Namun kebetulannya Jusuf
Kalla dan polisi Bogor mengungkap adanya kebenaran yang pahit ini.
Dengan alasan mencari ‘teman-dekat’ lantaran kesepian di negeri
orang, ekspatriat yang kerja di Indonesia mencari pasangan wanita atau
lelaki. ‘Short time’ marriage- pun banyak terjadi, seumur kontrak kerja
atau seusia kunjungan turis.
Masing-masing ekspatriat memiliki kekhasan, sesuai budaya negara
asalnya. Ada yang suka bermukim di Puncak, ada yang tenang-tenang saja
tinggal di sebuah pemukiman atau di apartemen.
Cuplikan I:
“Aku keberatan disebut kawin kontrak. Karena pada dasarnya kami saling
mencintai. Dan sebelum semuanya berjalan, ada proses yang berbelit
diantara kami. Layaknya orang menjajagi untuk pacaran,” kata Andre.
Apapun yang dikatakan Andre, yang jelas dalam waktu dekat ini Juliete
akan kembali ke negaranya. Sementara di sisi lain tak ada ikatan yang
jelas, kecuali Andre mendapatkan apartement mewah yang dikontrak Juliete
selama 20 tahun, yang diatas namakan Andre -hanya saja kocek-nya
Juliete.
Sebenarnya fenomena ini tidak hanya ada di ibukota Jakarta, juga
terjadi di daerah yang banyak menampung ekspat. Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan, Sri Redjeki Sumaryoto, beberapa waktu lalu
pernah mengatakan, pihaknya akan meneliti dan mengidentifikasi maraknya
‘kawin kontrak’.
Menurut Gumilar R Somantri, sosiolog dari Universitas Indonesia,
Kemungkinan terjadinya hal demikian karena beberapa sebab. Pertama, ada
yang menjadikan ini sebagai komoditas di mana pihak-pihak tertentu
melihat peluang ini sebagai suatu usaha bisnis. Maka muncullah ‘kawin
kontrak’.
Cuplikan II:
Memang benar sebagai komoditas. ‘Perkawinan’ itu sendiri berangkat dari
ekspansi industri global yang makin menggila. Masuknya industri dari
negeri GS, misalnya, ke dalam negeri Indonesia, bukan saja membuat
mengalir produk-produk seperti otomotif, elektronik, perangkat
komunikasi dan lainnya.
Tapi juga memboyong pria-pria ulet, yang tahan banting dalam
berbisnis. Sebagai teknokrat atau ahli dalam bidangnya, mereka juga
menduduki jabatan penting dalam beberapa perusahaan asing. Kebanyakan
kaum ekspat ini datang tanpa membawa keluarga atau malah memang masih
berstatus single.
Materi tak jadi masalah, bahkan terkesan amat mudah untuk bermandi
uang. Terlihat dari royalnya pria-pria berkulit putih dan mata sipit
ini, berfoya-foya ketika entertain malam tiba.
Sebagai pekerja asing yang stay setengah tahun hingga dua atau tiga
tahun, kebutuhan biologis juga menjadi prioritas yang tak bisa
diabaikan. Malah tradisi lelaki asal GS, kerja keras mati-matian, begitu
tiba weekend kesenangan diri akan dimanjakan di tempat-tempat leisure.
Disana seks dan wanita tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan.
Cuplikan III:
Meski mirip dengan samen laven atau living together, namun sedikit
‘legal’. “Bedanya dengan samen leven, ‘kawin kontrak’ tidak saja
bergulat dengan emosi & nafsu, tapi karena harus bertatap muka
setiap hari, bertindak bak housewife, otomatis feeling ikut berbaur
dalam kehidupannya.
Bisa jadi secara akumulatif jalinan cinta bakal terajut, bahkan ada
kemudian menjadi pasangan resmi dan ikut ke negeri pasangannya, ketika
kontrak dengan perusahaannya habis. Mungkin cinta karena terbiasa, dan
kebetulan pihak pengontrak belum punya pasangan resmi di negera
asalnya,” tambah comblang itu.
Khusus yang berasal dari negeri GS, pasangan yang dipilihnya tak
sembarangan, namun tetap mengutamakan profil penampilan, meski akhirnya
sangat tergantung selera pribadi masing-masing. Mereka banyak memilih
wanita karier seperti sekretaris atau staf perkantoran, dan face nomor
dua karena brain lebih diutamakan.
“Mereka juga mementingkan wanita modis, gemar berdandan, suka
shopping dan suka clubbing. Itu yang disukai ekspat lelaki asal GS,”
tutur comblang itu.
Cuplikan IV:
Peter John (bukan nama aslinya) tinggal di kawasan elit Jakarta Selatan,
ia menikahi Desy (bukan nama sebenarnya) dengan komitmen jangka pendek,
satu setengah tahun. Ia berasal dari negara KI, Eropa.
Sebagai Marketing Director perusahaan rokok internasional,
kedudukannya amatlah bergengsi. Usianya yang masih 35 tahun, sedang
menggebu-gebunya mengejar karier.
Banyak konsep-konsep promonya sukses di kalangan perokok putih,
terutama di beberapa cafe kota metropolis. “Terus terang saya menyukai
Indonesia, apalagi dengan wanitanya yang etnik dan menyenangkan,” tutur
Peter, sambil mengusap rambut istrinya.
Desy (23 tahun) mempunyai penampilan keren, kulit agak gelap, rambut
panjang sebahu. Dulu ia bekerja sebagai pramugari penerbangan, di tengah
perjalanan dari Hongkong Jakarta mereka bertemu.
Hubungan mulanya biasa-biasa saja. Apalagi Peter diketahui persis
sudah punya keluarga di negaranya. Keadaan menjadi berubah, ketika Desy
terkena rasionalisasi di perusahaannya dan dalam saat bersamaan ia
ditinggal kawin tunangannya dengan kekasih lamanya.
Kawin Kontrak: Antara Agama, Hukum dan Realita
Diyakini banyak kalangan kawin kontrak menimbulkan mudharat yang
lebih besar ketimbang maslahah. Utamanya di pihak perempuan dan anak
Jalur kawasan Puncak pernah memiliki daya tarik baru selain pesona
keindahan alamnya. Ya, kawasan dengan udara cukup sejuk itu sempat
dikenal sebagai lokasi praktik kawin kontrak. Hal itu terungkap setelah
aparat melakukan sweeping beberapa waktu lalu. Beberapa pelaku
dideportasi ke negara asal.
Praktik kawin kontrak di Indonesia diperkirakan telah berlangsung
lama. Adriana Venny, Direktur Eksekutif Jurnal Perempuan, menengarai
praktik ini pernah terjadi pada saat proyek pembangunan Jatiluhur. ”Saat
itu, banyak tenaga-tenaga asing yang melakukan perkawinan secara
kontrak dengan penduduk lokal. Ini terlihat dari struktur pola wajah
anak-anaknya yang agak ’ke-indo-indo-an’” ujar Venny. Umumnya, mereka
melakukan perkawinan dengan tenggang waktu lama bekerja mereka.
Di dalam agama Islam, menurut Abdus Salam Nawawi, kawin kontrak
dikenal dengan istilah kawin mut’ah. Kawin mut’ah menurut Dekan Fakultas
Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya itu, terjadi pada masa Rasulullah.
”Waktu itu kondisinya berbeda: darurat. Sedang dalam peperangan”. Saat
itu Rasulullah mengizinkan tentaranya yang terpisah jauh dari istrinya
untuk melakukan nikah mut’ah, dari pada melakukan penyimpangan. Namun
kemudian Rasulullah mengharamkannya ketika melakukan pembebasan kota
Mekah pada tahun 8 H/630 M.
UU 1/1974 tentang Perkawinan
Pasal 2
(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
Sifat kawin mut’ah ini, jelas Nawawi, lebih menitikberatkan pada
kesenangan yang dibatasi oleh waktu tertentu. Atas kawin Mut’ah ini,
sebagian besar ulama Islam mengharamkannya. Menimbangnya dari segi
tujuan pembentukan rumah tangga, Nawawi menyatakan dirinya tidak
menyetujui praktik ini.
Senada dengan Nawawi, hakim agung Rifyal Ka’bah juga berpendapat
bahwa kawin mut’ah lebih mengarah pada kesenangan belaka. “Itu kan cuma
kawin main-main dengan tujuan hanya untuk bersenang-senang. Kalau kita
pakai common sense, akal sehat, praktek ini kan tidak bisa diterima,”
tukas Rifyal.
Menurut Rifyal, secara prinsip perkawinan adalah kontrak. Namun
perkawinan bukan kontrak semata. Perkawinan adalah kontrak suci karena
berjanji di depan wali, saksi dan juga di depan Allah, bahwa ia akan
memperlakukan pasangannya dengan baik.
Sementara itu, Abdul Moqsith Ghazali, Kepala Madrasah Ushul Fiqh
Progresif Wahid Institute melihat kawin kontrak dari aspek akibat.
Menurut Moqsith Ghazali, meski kawin kontrak merujuk pada Al Qur’an dan
Hadist, tapi dalam konteks saat ini, harus dipertimbangkan efeknya.
Positif atau negatif. Moqsith Ghazali berpendapat praktik kawin kontrak
saat ini lebih banyak efek negatifnya. “Terutama kepada perempuan,”
ujarnya kepada hukumonline.
Selain Nawawi, Rifyal, dan Moqsith Ghazali, nada penentangan terhadap
nikah kontrak juga datang dari Quraish Shihab. ”Saya berpendapat bahwa
suatu pernikahan haruslah langgeng dan didasari pula atas cinta”.
Sementara, kawin kontrak menurut mantan Menteri Agama ini sifatnya tidak
langgeng. Sehingga bertentangan dengan filosofi tujuan pernikahan.
Status Perkawinan
Bagaimana jika kawin kontrak terlanjur terjadi, apa akibat hukum yang
muncul akibat perkawinan ini, seperti status perkawinan, pewarisan dan
soal anak? Menurut Quraish Shihab, di negara yang mayoritasnya beraliran
Syi’ah –aliran yang menerima konsep mut’ah- seperti Iran, status
perkawinannya diakui. Bahkan status anak diakui, sehingga otomatis
memungkinkan untuk menjadi ahli waris.
Namun itu di Iran, bagaimana di Indonesia? Menurut Rifyal, tidak ada
akibat hukum apapun dalam perkawinan kontrak. Pasalnya, perkawinan
seperti ini menurutnya adalah perzinahan. Masalahnya, praktek kawin
kontrak sering ditemukan di dalam negeri. Salah satunya, ya, kasus di
kawasan Puncak tadi.
Hal inilah yang mengundang keprihatinan Venny. Menurut dia, pihak
perempuan dalam kawin kontrak tidak lebih dari sekedar komoditas seks.
”Kawin kontrak hanya dijadikan alasan dengan menggunakan kedok agama
untuk melaksanakan prostitusi terselubung”. Selain itu, nasib anak hasil
kawin kontrak pun menurut Venny tidak berbeda jauh dengan sang ibu.
Hampir pasti si anak tidak akan mendapat warisan apapun. “Setelah
selesai masa kontrak. Maka anak akan sepenuhnya menjadi tanggung jawab
perempuan”.
Soal perempuan sebagai pihak yang mempunyai potensi dirugikan lebih
besar ini diamini oleh Quraish Shihab. Ia yakin tidak ada satupun
perempuan yang tidak ingin, kecuali terpaksa, pernikahannya langgeng.
“Itu sebabnya jika ada orang tua yang dilamar anak gadisnya maka ia akan
berpikir berulang kali untuk menerimanya”. Ini berhubungan juga dengan
stereotip yang berkembang bahwa perempuan itu ibarat korek api, yang
setelah dinyalakan lalu dibuang.
Kalaupun pada akhirnya kawin kontrak dilakukan, maka menurut Moqsith
Ghazali, hal harus diikuti dengan dibuatnya janji perkawinan. Dalam
janji perkawinan tersebut harus diatur soal status perkawinan, jangka
waktu termasuk nasib si anak yang bakal lahir.
Aturan
Ketiadaan aturan hukum yang mengatur mengenai kawin kontrak dengan
segala akibatnya menyebabkan beberapa pihak mendesak agar dilakukannya
pembaharuan dalam hukum perkawinan. Venny misalnya, menurut Venny,
ketiadaan pasal yang mengatur soal kawin kontrak mengakibatkan aparat
penegak hukum menggunakan jerat hukum lain.
Mengambil contoh di kawasan puncak, warga negara asing yang biasanya
merupakan pelaku praktik kawin kontrak dijerat dengan peraturan soal
keimigrasian. Itu untuk warga negara asing, bagaimana dengan warga
lokal, karena pelaku praktik ini tidak melulu warga negara asing.
Mendukung pendapat Venny, Moqsith Ghazali memandang saat ini harus
dipikirkan untuk dibuat rancangan undang-undang mengenai kawin kontrak.
Pengaturan soal kawin kontrak ini menurut Moqsith Ghazali untuk mencegah
dilecehkan dan dirugikannya kaum perempuan.
Pandangan berbeda datang dari Quraish Shihab. Menurut Quraish,
Undang-Undang Perkawinan (UU 1/1974, red) yang ada sekarang sudah cukup
baik. ”Saya tidak melihat ada bagian dari UU tersebut yang harus
ditegaskan kembali atau diperbaiki”. Menurutnya persoalan mengenai
keabsahan kawin kontrak ini dapat terjawab dari salah satu pasal dari UU
Perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan yang sah adalah perkawinan
yang berdasarkan agamanya masing-masing.
(HUMAIDI SHABAH, penulis adalah Pelajar
di SMK MUHAMMADIYAH 1 JAKARTA)
Kontroversi Kawin Kontrak
HUMAIDI SHABAH
●
Rabu, 23 Mei 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Popular Posts
-
Diantara doa-doa yang biasa dibaca nabi saw. Adalah sebagaimana yang disebutkan dalam kitab as sunah dan dalam kitab sah...
-
Sungguh allah swt. Allah telah berfirman bahwa al qur’an adalah obat mujarab. Seperti yang di disinyalir dalam qur’an: “Dan jika kami ja...
Blogger templates
Diberdayakan oleh Blogger.
Pengikut
Blog Archive
-
▼
2012
(67)
-
▼
Mei
(46)
- Konsumsi Makanan Berkolesterol Dapat Sebabkan Hipe...
- Ibu Melahirkan Normal Lebih Peka Tangisan Bayi
- Kurang Tidur, Wanita Lansia Rentan Terjatuh
- ‘The Chocolate Boutique’ Untuk Penggemar Cokelat
- Membuat Kue Lezat Untuk Penderita Diabetes
- Rindu Dendam Bobara Woku & Sambal Roa
- Mematangkan Daging Steak
- Makan Sate Afrika….
- Punya Anak, Natalie Sarah Tetap Langsing
- Ramadan, Natalie Sarah Takut Gendut
- Promosi South Africa Wine di Jakarta
- Kelezatan Otentik Bali Kini Ada di Jakarta
- Warga Balikpapan Idap Penyakit Aneh
- PT KA Tambah 12.040 Tempat Duduk
- Blewah Pengganti Cairan Tubuh
- Air Garam Hilangkan Pahit
- IBM Bantu Mahasiswa Ubinus Bangun Kecakapan Bisnis...
- Sukar Ditangkap, Calo Hanya Bisa Diusir dari Stasiun
- Apakah Sistem Informasi itu???
- Serat Tinggi, Buah Naga Ikat Lemak
- Agar Pendengaran Tak Cepat Terganggu
- LEAD untuk Selesaikan Problem
- Kesehatan Pembuluh Darah, Kunci Kesehatan Jantung
- Restless Leg Syndrome Didominasi Wanita
- Periksa Mata Begitu Didiagnosis Diabetes
- Cara Membangun Kecerdasan Bayi
- Hukum Memakan Serangga
- Hukum Memakan Kepiting
- Hukum Berziarah Kubur
- Blog Limited UNAIR
- C-I-N-T-A
- Tips N Trik Telephone Gratis
- Kontroversi Kawin Kontrak
- Kawin Siri
- Kawan VS Cinta
- Tahukah Anda…
- HOW MANY PEOPLE LOVES YOU?
- Menilai Diri Sendiri
- Virus FS
- Virus Baru
- Kiat Memilih “Laptop” yang Baik
- Doa-doa yang biasa dibaca nabi saw.
- TEMPAT-TEMPAT BERDOA
- lowongan pekerjaan di prj (pekan raya jakarta)
- phoenix indonesia band
- Waktu-waktu yang mustajab untuk berdoa
-
▼
Mei
(46)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar